KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham tambang milik pemerintah, PT Timah Tbk (TINS) bertahan di level tinggi selama sebulan terakhir. Apakah saham badan usaha milik negara (BUMN) tersebut masih layak untuk investasi?
Harga saham TINS pada perdagangan Kamis 20 November 2025 ditutup di level 3.100 turun 10 poin atau 0,32% dibandingkan sehari sebelumnya. Namun secara year to date (ytd), harga saham TINS terakumulasi meningkat 2.015 poin atau 185,71%.
Harga saham TINS di level 3.000-an adalah yang tertinggi dalam sejarah perusahaan. Meski begitu, analis melihat harga saham TINS masih berpotensi naik.
Baca Juga: Profil Emiten WIFI Surge: Anak Usaha, Kinerja Keuangan, hingga Rilis Internet Rakyat
Secara fundamental, kinerja TINS diproyeksi meningkat. Emiten anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID ini juga memandang positif prospek bisnisnya pada tahun depan.
Seperti yang diketahui, kinerja TINS cenderung lesu di tengah penguatan harga timah di pasar global. Mengutip materi paparan publik, produksi bijih timah TINS merosot 20% year on year (yoy) menjadi 12.197 ton Sn hingga kuartal III-2025.
Pada saat yang sama, produksi logam timah TINS ikut terkoreksi 25% yoy menjadi 10.855 metrik ton. Penjualan logam timah TINS juga berkurang 30% yoy menjadi 9.469 metrik ton.
Sebanyak 93% penjualan logam timah TINS ditujukan ke pasar ekspor yang meliputi Singapura, Jepang, Korea Selatan, India, Malaysia, Taiwan, China, Belanda, Italia, Turki, Slovakia, Belgia, Hungaria, Britania Raya, dan Amerika Serikat.
Penurunan kinerja operasional ini terjadi ketika harga jual rata-rata logam timah TINS tumbuh 8% yoy menjadi US$ 33.596 per metrik ton hingga kuartal III-2025. Angka ini sejalan dengan tren penguatan harga timah global, di mana sampai Oktober 2025 harga rata-rata logam timah CSP di London Metal Exchange (LME) naik 11,99% yoy menjadi US$ 32.491,39 per metrik ton.
Hasil negatif kinerja operasional ini merembet ke kinerja keuangan perusahaan. Per kuartal III-2025, pendapatan TINS menyusut 20% yoy menjadi Rp 6,61 triliun. EBITDA TINS juga menurun 30% yoy menjadi Rp 1,46 triliun per kuartal III-2025. Laba bersih TINS juga terkoreksi 34% yoy menjadi Rp 602 miliar.
Tonton: BI Targetkan QRIS Dapat Dipakai di China dan Korea Selatan Mulai 2026
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah Fina Eliani mengatakan, penurunan produksi timah cukup dipengaruhi adanya beberapa wilayah tambang baik di laut dan darat yang belum memenuhi target produksi. Selain itu, beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) juga ada yang terlambat diperpanjang, sehingga menunda aktivitas penambangan dan kegiatan produksi.
“Adanya aktivitas penambangan ilegal juga mengganggu kelancaran produksi kami, karena proses penertibannya memakan waktu,” ujar dia dalam paparan publik, Kamis (20/11/2025).
Meski terdapat gap yang besar, Manajemen TINS tetap percaya diri mampu memenuhi target produksi tahun ini dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) sebesar 21.500 metrik ton.
Fina memperkirakan produksi TINS akan meningkat pada kuartal IV-2025 sering dengan adanya pembukaan lokasi tambang baru, optimalisasi tambang lama yang sempat terhambat oleh proses perpanjangan izin, penambahan armada kapal isap untuk penambangan laut, dan kepastian penertiban aktivitas tambang ilegal.
“Untuk penjualan juga berpotensi meningkat, karena ada penjualan tertunda yang akan dilaksanakan pada kuartal keempat,” imbuh dia.
Manajemen TINS juga sudah mulai merumuskan target kinerja pada 2026 mendatang. Meski belum diungkap resmi, secara historis produksi timah yang tertera dalam RKAP TINS berada di kisaran 30.000 metrik ton per tahun.
Di sisi lain, TINS juga mengaku mendapat dorongan dari pemerintah untuk bisa meningkatkan kemampuan produksi timah pada 2026 mendatang. “Kami akan meninjau ulang target produksi setelah melihat hasil di semester I-2026,” tutur Fina.
Tonton: KPK Serahkan Aset Hasil Korupsi Rafael Alun Trisambodo Rp 19,7 Miliar ke Kejagung
Rekomendasi saham TINS
Secara terpisah, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi menilai, peluang TINS untuk mengejar target produksi timah dalam RKAP tahun ini cukup berat. Sebab, tantangan yang dihadapi TINS cukup pelik, mulai dari proses perizinan tambang yang terlambat, masalah suplai bijih timah, hingga biaya produksi tinggi.
TINS tetap memiliki peluang pertumbuhan kinerja yang positif pada 2026, mengingat harga timah global masih berada dalam fase bullish.
“Tapi, kalau output produksi TINS tidak naik, momentum penguatan harga tidak akan maksimal berdampak ke bottom line,” kata Wafi, Kamis (20/11/2025).
Wafi juga menyoroti lonjakan harga saham TINS dalam beberapa waktu terakhir. Terpantau, dalam tiga bulan terakhir, harga saham TINS melesat 206,93% ke level Rp 3.100 per saham pada Kamis (20/11/2025).
Menurutnya, kenaikan signifikan harga saham TINS belum sesuai dengan kondisi fundamental emiten tersebut, melainkan lebih dipengaruhi oleh euforia penguatan harga timah global hingga sentimen rebalancing MSCI, di mana TINS nyaris masuk ke indeks tersebut.
Tren kenaikan harga saham TINS sebenarnya masih bisa berlanjut, namun tetap rawan koreksi begitu euforia tersebut mereda atau realisasi produksi timah perusahaan tak membaik.
Lantas, Wafi merekomendasikan hold saham TINS dengan target harga di level Rp 3.400 per saham.
Selanjutnya: Shock Ekonomi 2025: Mobil Bekas Sulit Laku, Dealer Mengaku Ini Tahun Paling Berat
Menarik Dibaca: 6 Daftar HP Infinix RAM 8 GB & 12 GB, Cocok Buat Main Game & Simpan banyak File
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News