KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak cukup pesat sepanjang bulan Februari ini. Beberapa kali menyentuh all time high (ATH) dan sekarang masih bertahan di atas 6.800. Bagaimana Valuasinya?
Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewantoro melihat berdasar data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG saat ini diperdagangkan pada Price to Earning Ratio (PER) 18,4x.
Menurutnya, relatif lebih murah jika dibandingkan dengan PE ratio bursa regional lain seperti Malaysia 21,7x, Filipina 22,1x, Thailand 21,1x, India 25,5x, dan China 17,1x.
Asal tahu, ada banyak indikator yang dipakai untuk mengukur valuasi indeks, salah satunya yang paling sering digunakan adalah PER. Jika nilainya semakin tinggi berarti semakin mahal valuasi indeks saham.
Baca Juga: Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (21/2)
Nah, tentunya valuasi yang lebih murah akan menarik bagi investor, termasuk asing karena akan melihat potensial upside yang lebih besar.
Namun demikian, sentimen yang perlu diperhatikan untuk IHSG tahun ini antara lain kenaikan suku bunga baik dari the Fed maupun BI yang dipicu oleh peningkatan inflasi.
Rencana kenaikan suku bunga yang lebih agresif mulai bulan Maret ini dapat menyebabkan capital outflow yang masif terutama dari emerging market termasuk Indonesia. Hal ini berpotensi menimbulkan tekanan pada nilai kurs rupiah.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Lanjut Menguat Pekan Depan, Cermati Pergerakan Saham CTRA, MNCN, ASII
Namun, Pandhu memaparkan bahwa jika melihat pergerakan pasar belakangan ini yang terus menguat hingga menembus rekor ATH, pasar terkesan lebih siap dalam menghadapi kemungkinan tersebut.
Menurutnya, Indonesia memiliki bekal yang kuat tahun ini, dimulai dari harga komoditas yang tinggi selama beberapa bulan terakhir sehingga mampu membukukan surplus trade balance bahkan mencetak rekor tertinggi, termasuk meningkatkan cadangan devisa yang saat ini mencapai US$ 141 miliar.
Hal ini menjadi modal penting BI dalam mengantisipasi gejolak rupiah jika diperlukan. Tingkat inflasi Indonesia juga masih dalam level yang terkendali, terbaru data GDP yang lebih baik dari ekspektasi meningkatkan kepercayaan investor bahwa ekonomi berjalan di arah yang positif.
"Kuatnya ekonomi dapat dilihat juga dari kinerja emiten bigcaps yang rata-rata sudah hampir pulih ke level sebelum Covid-19, bahkan beberapa sudah berhasil mencetak rekor pendapatan dan laba tertingginya," jabarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (19/2).
Di sisi lain, pemerintah menargetkan pertumbuhan GDP tahun ini sekitar 5,3%, artinya lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu. Hal ini akan berbanding lurus dengan kinerja emiten sehingga diperkirakan akan mencetak pertumbuhan laba yang lebih kuat.
"Kami perkiraan rata-rata emiten akan mampu mencetak pertumbuhan laba hingga 15% pada tahun ini, sehingga EPS IHSG akan mencapai kisaran Rp 430," kiranya.
Baca Juga: Tembus Rp 8.695,6 Triliun, Kapitalisasi Pasar Bursa Sentuh Rekor Tertinggi Pekan Ini
Dengan demikian posisi IHSG saat ini diperdagangkan pada Forward PE 16x. Berdasarkan pergerakan Forward PE band 5 tahun terakhir di kisaran range 14x-18x maka jika ditransaksikan, IHSG tahun ini akan bergerak pada kisaran 6.000-7.750.
"Kami cukup optimis tahun ini IHSG akan dapat mencapai level 7.300 atau mencerminkan PE 17x, bahkan jika harga komoditas terus bertahan pada level tertinggi seperti saat ini, IHSG berpotensi mencapai 7.750 atau di level PE 18x seperti yang terjadi pada penutupan tahun 2021 lalu," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News