Intip Prospek Emiten BUMN yang Berpotensi Mencatat Kinerja Positif di 2023

Senin, 17 April 2023 | 06:15 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Intip Prospek Emiten BUMN yang Berpotensi Mencatat Kinerja Positif di 2023


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Hampir semua emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah melaporkan kinerja keuangan tahun 2022. Hasilnya, mayoritas emiten BUMN mengalami peningkatan kinerja.

Emiten BUMN di sektor perbankan secara bersama-sama mencatatkan peningkatan laba bersih sepanjang tahun lalu. Secara total, Bank Himbara berhasil meraih laba bersih sebesar Rp 113,95 triliun. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi emiten bank BUMN dengan laba bersih tertinggi, mencapai Rp 51,40 triliun. Di posisi kedua ada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan laba bersih sebesar Rp 41,2 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) di posisi ketiga dengan laba bersih sebesar Rp 18,31 triliun.

Dua emiten dalam holding pertambangan tercatat mengalami peningkatan laba bersih, sementara satu emiten melaporkan penurunan laba bersih. Dua emiten yang mengalami peningkatan laba bersih adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Sementara itu, PT Timah Tbk (TINS) mengalami penurunan laba bersih sepanjang tahun 2022.

Kepala Riset Surya Fajar Sekuritas, Raphon Prima, memprediksi bahwa kinerja sektor perbankan BUMN masih akan tetap solid tahun ini. Hal ini disebabkan oleh potensi pembalikan arah suku bunga, di mana ia memperkirakan suku bunga akan turun pada semester kedua 2023.

Baca Juga: Banyak Dapen BUMN Sakit, Mereka Butuh Tambahan Modal, Total Senilai Rp 12 Triliun

Dengan penurunan suku bunga ini, bank-bank BUMN dapat segera menurunkan biaya dana mereka, sehingga tren positif laba bersih dapat terjaga. Menurut Raphon, dari keempat bank BUMN besar, BBRI dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) akan menjadi yang paling diuntungkan saat ini. Kedua bank ini dapat segera menurunkan cost of fund atau biaya dana tanpa khawatir perlu menurunkan suku bunga kredit.

“Di sisi lain, risiko gonjang-ganjing perlambatan ekonomi global tidak terlalu berdampak ke BBRI dan BBTN karena memiliki eksposur ke segmen individu ritel, tidak seperti BBNI dan BMRI yang memiliki eksposur ke segmen korporasi,” kata Raphon kepada Kontan.co.id, Minggu (16/4).

Sementara itu, dia melihat kinerja emiten BUMN di bidang konstruksi masih berselimut awan gelap tahun ini. Tahun 2024 adalah tahun politik, di mana dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) ke proyek konstruksi bakal tersendat. Perusahaan BUMN karya juga masih menghadapi tantangan mengatasi tekanan dari sisi utang yang merupakan warisan pandemi Covid-19.

Baca Juga: PTPP Kantongi Kontrak Baru Sebesar Rp 4,08 Triliun di Kuartal I-2023

Sebagai gambaran, emiten konstruksi BUMN mencatatkan kinerja yang beragam tahun lalu. PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), dan PT PP Tbk (PTPP) mencatat kenaikan laba bersih. Sedangkan  PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mencatat kerugian bersih.

Kinerja emiten tambang BUMN juga diproyeksi akan melandai tahun ini.  Misalkan saja, PTBA yang merupakan perusahaan berkaitan batubara, akan mendapatkan tantangan bukan hanya terkait harga batubara yang melandai, tetapi juga China yang mulai memperbolehkan lagi impor batubara dari Australia. Sehingga, perusahaan batubara Indonesia akan mendapatkan saingan. “Demikian juga dengan segmen komoditas lain yang harga komoditasnya sudah melandai,” sambung dia.

Senada, Kepala Riset Aldiracita Sekuritas Agus Pramono menilai, kinerja perbankan pelat merah juga masih berpeluang tumbuh tahun ini. Emiten berbasis  komoditas juga masih menarik,  walau memang ada potensi penurunan harga komoditas terkait.

“Komoditas harganya juga akan masih lebih tinggi dari harga pra-pandemi. Walau kemungkinan akan turun lebih cepat dari perkiraan kalau terjadi resesi,” kata Agus, Jumat (14/4).

Baca Juga: Tak Bagi Dividen, Ini Rencana Penggunaan Laba Bersih 2022 Adhi Karya (ADHI)

Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menyematkan rating netral untuk sektor logam dasar. Rating ini dengan menimbang proyeksi penurunan harga sejumlah komoditas tambang logam. Misalkan, harga  nikel diproyeksi berada di level US$ 25.000 per ton pada akhir 2023 dari US$ 27.000 per ton di 2022. Sejalan, rerata harga timah juga akan menurun di sekitar US$ 25.000 per ton dari rerata harga di 2022 yang mencapai US$ 31.0000 per ton.

Penurunan harga komoditas logam dasar ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama,  peningkatan tingkat suku bunga acuan bank sentral. Kedua, target pertumbuhan ekonomi dan stimulus dari China yang masih di bawah ekspektasi konsensus. Ketiga, potensi kenaikan produksi nikel global.

Panin Sekuritas menjadikan saham ANTM sebagai pilihan utama alias top pick. Felix masih mempertahankan outlook positif untuk ANTM didukung oleh mulai beroperasinya pabrik pengolahan (smelter) feronikel Halmahera Timur serta masih tingginya minat masyarakat untuk investasi pada logam mulia khususnya emas. Dia merekomendasikan buy saham ANTM target harga di Rp 2.800 per saham.

Baca Juga: Emiten Produsen Semen Banjir Berkah Proyek Infrastruktur

Felix juga merekomendasikan buy saham TINS dengan target harga di Rp 1.300 per saham. Rekomendasi ini didorong oleh proyeksi peningkatan produksi dan efisiensi biaya dengan tuntasnya Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt furnace pada November 2022 serta membaiknya neraca TINS.

Membaiknya neraca TINS tercermin dari net gearing sebesar 0,25 kali pada 2022 dari sebelumnya mencapai 0,35 kali pada 2021. ”Namun patut dicermati jika penurunan harga timah global serta adanya potensi pemberlakuan larangan ekspor mineral dapat menjadi katalis negatif bagi PT Timah,” terang Felix.

Raphon merekomendasikan buy saham BBRI dengan target harga Rp 6.400 per saham dan BBTN dengan target harga Rp 1.900 per saham.

Sementara analis Samuel Sekuritas Indonesia Jonathan Guyadi mempertahankan rekomendasi beli saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dengan menaikkan target harga ke Rp 5.100 per saham dari sebelumnya Rp 5.000 per saham. Rekomendasi ini dengan memperhitungkan potensi dari peningkatan enterprise value dari aksi spin-off bisnis Indihome.

“Kami meyakini aksi korporasi dan inisiatif yang diambil TLKM akan memberikan nilai tambah serta berdampak positif bagi profitabilitas dalam jangka panjang,” kata Jonathan, Rabu (12/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati

Terbaru