Kemarin saham emiten rokok berguguran, ini pandangan analis

Rabu, 21 Oktober 2020 | 06:30 WIB   Reporter: Nur Qolbi
Kemarin saham emiten rokok berguguran, ini pandangan analis


EMITEN - JAKARTA. Mayoritas saham produsen rokok turun lebih dari 5% pada perdagangan Selasa (20/10). PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatatkan penurunan terdalam, yakni sebesar 5,86% ke level Rp 40.550 per saham.

Disusul PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang terkoreksi 5,67% menjadi Rp 1.415 per saham dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) -5,21% ke level Rp 364 per saham. Sementara saham PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) stagnan di posisi Rp 370 per saham.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya menilai, penurunan ini disebabkan oleh pemulihan ekonomi yang berjalan lambat. "Pasalnya, meski pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta telah kembali ke masa PSBB transisi, pemulihan volume penjualan rokok masih didorong oleh mayoritas perokok yang membeli rokok per batang," ucap Christine dalam risetnya, Selasa (20/10).

Baca Juga: Tertekan stimulus AS, simak prediksi analis terhadap pergerakan IHSG, Rabu (21/10)

Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan juga tengah memperhitungkan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan ditetapkan pada 1 November 2020. Biasanya, upah minimum dihitung berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi.

Akan tetapi, berdasarkan kabar yang beredar, upah minimum tahun depan hanya akan ditentukan berdasarkan inflasi yang berkisar antara 1,5%-2%, mengingat banyaknya usaha yang tengah berjuang menghadapi kelesuan ekonomi. Padahal, serikat pekerja menuntut kenaikan upah minimum sebesar 8% untuk tahun depan.

"Kami yakin ini menciptakan ketidakpastian bagi perusahaan rokok karena pemulihan daya beli akan berjalan lebih lambat lagi seiring rendahnya upah minimum. Ditambah lagi, pemerintah berencana menaikkan tarif cukai untuk tahun depan," tutur Christine.

Di samping itu, sektor rokok juga mendapat sentimen negatif dari adanya saran World Health Organization (WHO) kepada pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif cukai 25% tiap tahunnya. Besaran tersebut tergolong tinggi jika melihat historikal kenaikan cukai di Indonesia.

Baca Juga: Saham BRIS (BRI Syariah) memang afdol, setahun harga naik 273%!

"Kami meyakini kombinasi faktor-faktor tersebut telah memicu ketidakpastian prospek perusahaan rokok. Belum lagi pengumuman Keputusan Menteri Keuangan (PMK) tertunda karena situasi Covid-19," ucap Christine. 

Oleh karena itu, ia mempertahankan sikap netral untuk sektor tembakau.

 

Selanjutnya: Saham rokok berguguran, tersundut isu kenaikan cukai rokok (20/10)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru