EMITEN - JAKARTA. Pemerintah akan menggeber lagi pembangunan infrastruktur pada tahun 2022. Pemerintah mengajukan alokasi anggaran infrastruktur tahun 2022 sebesar Rp 384,8 triliun atau 14,2% dari total belanja pemerintah. Namun, alokasi anggaran infrastruktur untuk tahun depan itu turun 7,8% dari alokasi tahun ini yang mencapai Rp 417,4 triliun.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Johan Trihantoro mengatakan, masih tingginya anggaran infrastruktur tahun depan memberikan gambaran pemerintah masih melanjutkan rebcana pembangunan infrastruktur. Hal ini dilakukan untuk mendukung meningkatnya produktivitas dan konektivitas Indonesia di masa akan datang.
Johan memandang, dengan alokasi anggaran tersebut, perusahan konstruksi pelat merah mempunyai peluang yang sama dalam mendapatkan kontrak baru pekerjaan (proyek) dari pemerintah. “Apalagi, dukungan dari adanya sovereign wealth fund (SWF) akan membuka ruang dalam memperoleh alternatif sumber pendanaan untuk proyek infrastruktur/kontruksi,” terang Johan saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/8).
Baca Juga: Hingga medio Agustus, realisasi belanja infrastruktur PUPR capai Rp 66,49 triliun
Sebagaimana diketahui, pekerjaan infrastruktur/kontruksi membutuhkan pendanaan yang besar. Johan bilang, tentunya aspek ini membenani pelaku usaha kontruksi seiring kebutuhan pendanaan jangka pajang dan terbebani dengan suku bunga yang tinggi.
Alhasil, keberadan SWF diharapakan akan menjadi solusi atas kebutuhan pendanaan bagi pelaku usaha kontruksi, sehingga tidak membebani keuangan perusahaan akibat investasi yang membutuhkan pendanaan yang besar .
“Dengan demikian, arus kas terjaga serta beban utang utang potensi turun, karena perusahaan tidak perlu menambah porsi utang atau menerbitkan surat utang,”sambung Johan.
Sementara itu, Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu menilai, masih tingginya anggaran infrastsruktur tahun depan bisa membantu emiten dalam mendapatkan kontrak baru. Tetapi, efek dari anggaran infrastruktur ini bersifat terbatas. Hal ini karena kontrak baru/pendapatan tidak sepenuhnya berasal dari anggaran, tetapi ada juga proyek dari BUMN (non anggaran) serta proyek swasta.
“Mungkin kontribusi pemerintah sekitar 30%-40% dari total proyek baru,” terang Chandra, Kamis (19/8).
Chandra melihat, anggaran infrastruktur menunjukkan kesinambungan kebijakaan pemerintah yang nampaknya cukup konsisten dengan arah pembangunan jangka panjang, yang bersandar pada konektivitas guna meratakan pembanguan antar pulau dan tidak terlalu Jawasentris.
Hemat Chandra, untuk mengenjot pengeluaran anggaran, vaksinasi/herd immunity merupakan prasyarat utama. Sedangkan saat ini, vaksinasi di Indonesia masih belum masif.
Johan memprediksi, emiten kontruksi BUMN masih memliki prospek yang baik seiring dengan pulihnya pandemi Covid-19. Saham-saham emiten BUMN karya juga menarik dipertimbangkan untuk dikoleksi meskipun pencapian kinerja masih di bawah dari level pra-pandemi.
Saat ini, saham empat BUMN karya terbesar masih terkapar di zona merah. Saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) terkoreksi 55,70%, saham PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) terkoreksi 55,76%, saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT) melemah 49,31%, dan saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) melemah 56,68% sejak awal tahun.
Tingginya anggaran infrastruktur tahun depan, kata Chandra, bisa menjadi katalis bagi saham BUMN karya. Tetapi yang lebih penting adalah kemampuan emiten dalam mendulang laba dengan margin seperti sedia kala. “Sekarang ini banyak yang tergerus marginnya, karena biaya bunga yang tinggi seiring lambatnya perputaran modal kerja,” imbuh dia.
Selanjutnya: Anggaran infrastruktur tahun depan masih jumbo, begini prospek saham BUMN karya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News