REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Saham-saham lapis bawah membetot perhatian di sepanjang 2021. Melansir data Bloomberg, saham lapis bawah mendominasi top gainers sepanjang 2021.
Posisi pertama ada saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI). Saham perbankan milik konglomerat Chairul Tanjung ini naik 4.291,53% sejak awal tahun atau secara year-to-date (ytd). Di posisi kedua ada saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) dengan kenaikan 2.661,11% sejak awal tahun.
Selain BBHI, ada pula saham perbankan lapis bawah lainnya seperti PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA) dengan kenaikan 990.81% dan PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) dengan kenaikan 945,44%.
Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan, dominasi saham-saham lapis bawah tidak hanya terjadi pada tahun ini. Di setiap tahun pun, selalu saham-saham second and third liner mendominasi top gainers. Hal ini karena saham blue chips memiliki kapitalisasi pasar (market cap) yang besar. Sementara saham-saham lapis bawah memiliki market cap yang kecil, sehingga kenaikannya lebih signifikan.
Baca Juga: Sejumlah Sentimen Ini Membayangi Pergerakan IHSG pada Pekan Terakhir Desember 2021
Menurut Teguh, kenaikan saham-saham ini tidak terlepas dari ekspansi yang dilakukan. Misalkan saja, bank-bank kecil yang saat ini bertransformasi menjadi bank digital. Mereka lebih jorjoran dalam hal promosi, ‘bakar uang’, iklan, dan ekspansi.
“Akhirnya perusahaan menjadi terkenal, sahamnya dikenal orang, dan harganya naik,” terang Teguh kepada Kontan.co.id, Minggu (26/12). Teguh melihat, promosi dan aksi ‘membakar uang’ ini sudah dilakukan bank digital sejak tahun lalu.
Aksi korporasi dan ekspansi inilah yang membuat tidak semua saham bank digital ikut melonjak tajam. Padahal, ada sekitar 40 bank kecil yang saat ini memiliki label bank digital. Misal saham PT Bank MNC International Tbk (BABP) dan PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO). Sejak awal memang harganya naik, tetapi tidak sesignfikan saham BBHI, BBYB, dan BNBA.
Blue chips lebih baik
Teguh bilang, setiap tahunnya terdapat rotasi sektor yang menjadi primadona pasar. Tahun ini, mungkin bank digital sudah naik panggung, namun kemungkinan tahun depan sektor bisa saja sektor lain yang bisa menjadi primadona. “Agak susah bila kita mengharapkan satu sektor untuk naik 2 tahun sampai 3 tahun,” kata Teguh.
Bisa saja, tahun depan bank-bank kecil ini sudah berhenti melakukan promosi secara gencar ketika nama banknya sudah dikenal publik dan sahamnya sudah naik tinggi. Setelah itu, Teguh mengatakan, pelaku pasar akan kembali melihat kinerja perusahaan seperti laporan keuangan, apakah perusahaan tersebut berhasil mencetak keuntungan ataukah tidak.
“Ketika mereka sudah tidak jorjoran promosi dan pelalu pasar melihat aspek laporan keuangan, kemungkinan sahamnya bisa turun lagi. Saat itulah sektor lain yang mungkin naik,” imbuh dia.
Namun, Teguh memperkirakan, sektor yang erat dengan aspek teknologi masih akan digandrungi di tahun depan. Namun, teknologi yang dia maksud tidak sebatas emiten bank digital, bisa juga e-commerce, periklanan digital, dan media.
Kembali lagi, tidak ada jaminan bahwa saham di sektor tersebut akan naik banyak, dan mungkin hanya saham-saham tertentu yang akan naik. Dus, Teguh menilai akan lebih aman jika pelaku pasar mencermati saham-saham blue chips.
Dia mengatakan, masih banyak saham-saham blue chips yang murah, seperi PT Astra International Tbk (ASII), PT Perushaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Baca Juga: Ini Dia Saham Jawara sepanjang 2021, Ada yang Meroket Hingga Lebih 4.000%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News