Penjelasan pengamat terkait permintaan sukuk global oversubscribe tiga kali lipat

Senin, 07 Juni 2021 | 06:55 WIB   Reporter: Hikma Dirgantara
Penjelasan pengamat terkait permintaan sukuk global oversubscribe tiga kali lipat


SUKUK -  JAKARTA. Pemerintah baru saja berhasil menerbitkan sukuk global senilai US$ 3 miliar atau Rp 43,5 triliun (kurs Rp 14.500 per dolar AS). 

Dalam penerbitan tersebut, pemerintah berhasil menekan initial price guidance 40 basis poin (bps) pada tenor 5 tahun dan 45 bps pada tenor 10 dan 30 tahun. Adapun, pemerintah mematok imbal hasil sebesar 1,5% untuk sukuk tenor 5 tahun. Nilai penerbitan seri ini US$ 1,25 miliar.

Sementara untuk sukuk tenor 10 tahun, pemerintah mematok kupon 2,55% dengan nilai sebesar US$ 1 miliar. Lalu, sukuk tenor 30 tahun menawarkan kupon 3,55% dengan nilai US$ 750 juta. 

Head of Economics Research Pefindo, Fikri C Permana, menilai, penerbitan sukuk global ini memberikan dampak positifnya. Pasalnya, dari strategi pengelolaan utang, lewat penerbitan ini, pemerintah juga bisa melakukan diversifikasi, khususnya pada sukuk yang bertenor 30 tahun.

Baca Juga: Pemerintah akan melelang 7 seri SUN dengan target indikatif Rp 30 triliun

“Apalagi, dari sisi penyerapan juga oversubscribe hingga lebih dari tiga kali lipat. Ini tandanya investor asing masih percaya dan memandang positif terhadap instrumen surat utang kita,” ujar Fikri kepada Kontan.co.id, Minggu (6/6).

Sementara Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas, Ramdhan Ario Maruto, juga sepakat bahwa penerbitan sukuk global ini mempunyai dampak positif. Apalagi, sebelumnya, penerbitan samurai bond juga mencatatkan oversubscribe. Ini menandakan tingginya kepercayaan investor terhadap prospek Indonesia secara jangka panjang.

“Investor asing melihat risiko Indonesia dapat diukur dan masih tetap menarik sehingga membuat mereka berani masuk (ke sukuk global). Pada akhirnya, ini juga akan menambah confidence investor domestik dan memperkuat pasar kita,” imbuh Ramdhan.

Walau dari segi yield pada lelang kali ini pemerintah berhasil mencatatkan rekor terendah, Fikri menyebut capaian tersebut masih belum sepenuhnya hal positif. Pasalnya, jika dibandingkan dengan surat utang dari negara peers, yield Indonesia masih tetap lebih tinggi.

Baca Juga: Saat Bunga Dollar AS Rendah, Green Bond Terbaru Indonesia Laris

Terlebih lagi, sukuk global kali ini berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS). Fikri melihat hal ini juga menjadi salah satu risiko ke depannya. Kestabilan nilai tukar rupiah akan menjadi kunci dalam pembayaran bunga pokok. Apabila rupiah dalam kondisi melemah, tentu pembayaran bunga pokok akan jadi lebih terbebani.

“Namun, dengan kondisi makro kita yang akan terus membaik ke depan, pertumbuhan ekonomi mulai pulih, dan nilai tukar rupiah bisa terjaga, yield Indonesia ke depan bisa akan terus turun,” terang Fikri. 

Adapun, pada Jumat (4/6), yield SBN acuan 10 tahun berada di level 6,41%. Fikri meyakini, jika kondisi positif tadi terjadi, yield SBN acuan 10 tahun akan bergerak ke arah 6,0% pada akhir tahun nanti. Begitu pun Ramdhan, ia juga memperkirakan yield SBN 10 tahun akan berada pada rentang 6,0% - 6,2%.

Selanjutnya: Pasar obligasi tetap prospektif hingga akhir tahun

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru