Porsi Saham Publik TBIG Berkurang Usai Tender Offer, Simak Prospek dan Rekomendasinya

Selasa, 26 Juli 2022 | 19:27 WIB   Reporter: Nur Qolbi
Porsi Saham Publik TBIG Berkurang Usai Tender Offer, Simak Prospek dan Rekomendasinya

ILUSTRASI. Kepemilikan Bersama Digital di Tower Bersama (TBIG) bertambah menjadi 73,34% dari sebelumnya 62,37%.


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Periode penawaran tender sukarela yang dilakukan Bersama Digital Infrastucture Asia Pte Ltd (BDIA) atas PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) telah berakhir. Penjatahan berlangsung pada 25 Juli 2022, sementara pembayaran akan dilakukan pada 3 Agustus 2022.

BDIA melakukan penawaran tender sukarela atas 2,48 miliar saham TBIG atau setara 10,97% dari seluruh modal ditempatkan dan disetor penuh. Harga penawarannya adalah sebesar Rp 3.200 per saham.

Jika terserap semua, maka kepemilikan BDIA di TBIG bertambah menjadi 73,34% dari sebelumnya 62,37%. Sementara itu, kepemilikan publik alias masyarakat akan berkurang dari porsi saat ini yang sebesar 28,36%.

Baca Juga: Tower Bersama (TBIG) Terbitkan Obligasi Rp 2,2 Triliun, Ini Besaran Kuponnya

Analis MNC Sekuritas Andrew Sebastian Susilo mengatakan, pembelian saham oleh BDIA memang membuat kepemilikan publik berkurang. Akan tetapi, menurunnya porsi saham publik tidak membuat saham TBIG menjadi tidak likuid.

Pasalnya, TBIG memiliki kapitalisasi pasar yang besar, yakni di atas Rp 70 triliun sehingga volatilitasnya tinggi. Ditambah lagi, jumlah volume perdagangan TBIG per hari ini, Selasa (26/7) mencapai 505.000 saham.

Jumlah ini lebih banyak dari volume perdagangan emiten menara lainnya, seperti PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) yang sebanyak 314 ribu saham dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) 36.000 saham.

"Hal ini menunjukkan bahwa TBIG masih memiliki banyak transaksi yang diperdagangkan," kata Andrew kepada Kontan.co.id, Selasa (26/7).

Baca Juga: Kongsi Boy Thohir, Edwin Soeryadjaya, dan Winato Kartono Makin Mesra

Saham TBIG juga diyakini akan tetap likuid karena perusahaan terus mencatatkan kinerja yang baik. Pada kuartal pertama 2022, pendapatan TBIG tumbuh 15,4% year on year (yoy) menjadi Rp 1,6 triliun dan laba bersihnya melesat 56,2% yoy menjadi Rp 415 miliar.

Selain itu, TBIG berencana untuk melakukan pembelian kembali (buyback) saham sebanyak 679 juta. Buyback saham akan berlangsung dalam periode tiga bulan dari 24 Juli-24 Oktober 2022.

"Hal ini tentu memberikan sentimen kepada pasar bila manajemen merasakan bahwa harga lembaran saham TBIG tidak mencerminkan kondisi fundamentalnya dan prospek ke depannya," tutur Andrew.

Ditambah lagi, TBIG juga berencana untuk melakukan ekspansi secara organik dengan menambahkan 3.500 penyewa baru sepanjang 2022. TBIG pun mengalokasikan belanja modal Rp 2 triliun-3 triliun pada 2022 untuk penambahan menara, kolokasi, dan perpanjangan sewa lahan.

Baca Juga: Saratoga Investama (SRTG) Rezeki Mengalir dari Hasil Investasi

Andrew melihat TBIG memiliki prospek yang cerah ke depannya. Untuk itu, dia rekomendasikan buy TBIG dengan target harga Rp 3.550 per lembar dan EV/EBITDA 13x untuk 2022.

Analis BCA Sekuritas Mohammad Fakhrul Arifin menambahkan, pembelian saham oleh BDIA memang membuat saham beredar berkurang. Akan tetapi, masuknya pemain regional memberikan peluang yang lebih baik untuk ekosistem TBIG.

"Hal ini akan menjadi suatu momentum yang baik bagi TBIG untuk unlocking value, terutama dengan target secara operasional dan menjadi lebih kompetitif secara domestik maupun internasional," kata Fakhrul.

Baca Juga: Punya Prospek Cerah pada 2022, Cermati Rekomendasi Saham Saratoga Investama (SRTG)

Untuk ke depannya, Fakhrul melihat peluang yang baik untuk TBIG secara fundamental. Sektor menara telekomunikasi juga menjadi salah satu aset alternatif karena tergolong defensif di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian.

Namun, potensi kenaikan suku bunga juga patut mendapat perhatian karena dapat menjadi hambatan bagi sektor menara telekomunikasi. Pasalnya, tingkat utangnya cukup besar sehingga kenaikan suku bunga akan memengaruhi cost of fund.

Fakhrul merekomendasikan hold TBIG dengan target harga Rp 3.000 per saham. Pada Selasa (26/7), saham TBIG ditutup naik 2,86% ke level Rp 3.240 per saham, tetapi Fakhrul belum mempunyai target harga yang baru.

Target harga fundamental yang ditetapkan Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan juga sudah terlampaui. Dia menetapkan rekomendasi buy dengan  target harga Rp 3.200 untuk TBIG, mencerminkan 17,4x EV/EBITDA untuk 2022 dan 16,7x EV/EBITDA 2023.

 

 

Menurut Steven, target yang terlampaui lebih disebabkan oleh faktor teknikal. Mengingat, periode dan penjatahan penawaran tender sukarela oleh BDIA atas TBIG baru saja berakhir. "Tender offer Rp 7,9 triliun tampaknya sukses makanya sampai tembus ke Rp 3.200 harga sahamnya," ucap Steven.

Untuk ke depannya, Steven melihat sektor menara telekomunikasi tetap menarik dan TBIG juga masih prospektif. Apalagi, TBIG mempunyai rasio kolokasi (tenancy ratio) yang lebih tinggi dibanding kompetitornya. Tenancy ratio TBIG adalah sebesar 1,90x per kuartal I-2022, sedangkan TOWR 1,88x dan 1,51x.

Baca Juga: Bisnis Menara Terdongkrak Penetrasi Internet, Saham TOWR, TBIG dan MTEL Layak Beli?

Menurut Steven, TBIG juga layak mendapatkan valuasi yang lebih premium dibandingkan dengan emiten lainnya berkat profitabilitas yang lebih tinggi. "Hal ini ditandai dengan margin EBITDA yang unggul, yakni sebesar 87,2% dibanding MTEL hanya sebesar 75,5% dan TOWR 84,0%," kata Steven.

Steven memprediksi, pendapatan dan EBITDA TBIG pada tahun 2022 dapat tumbuh 10% yoy seiring dengan pertumbuhan lalu lintas data yang solid dari ISAT dan Telkomsel. Ia memproyeksikan, data payload ISAT meningkat 53% yoy dan Telkomsel 44% yoy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati

Terbaru