RIGHTS ISSUE - JAKARTA. Penggalangan dana melalui penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue makin ramai pada tahun ini.
Jika mengacu pada data OJK, dari Januari-27 Agustus 2021, terdapat 21 emiten yang menggelar rights issue dengan total emisi Rp 55,52 triliun. Yang terbaru, ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang menerbitkan 28,21 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp 3.400 per saham.
Artinya, bank pelat merah tersebut berpotensi meraup dana hingga Rp 95,9 triliun dalam bentuk tunai dan inbreng saham. BBRI juga memecahkan rekor nilai rights issue terbesar sepanjang sejarah.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, penggalangan dana melalui skema rights issue kemungkinan masih ramai hingga penutupan tahun 2021.
Sukarno bilang, kekurangan dana akibat pandemi Covid-19 yang mengganggu cashflow perusahaan menjadi salah satu faktor pencarian dana melalui rights issue masih banyak diminati.
Di lain sisi, emiten berencana untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan membutuhkan dana untuk memacu kembali aktivitas bisnisnya.
Baca Juga: Minta persetujuan rights issue, Allo Bank (BBHI) bakal gelar RUPSLB 15 Oktober
“Atau karena perusahaan tidak bisa pinjam dana lewat bank, karena bank kan ada kriteria rasio utangnya tidak tinggi. Jadi RI ini menjadi solusinya,” terang Sukarno.
Per Senin (6/9), Bursa Efek Indonesia telah mengantongi 44 pipeline perusahaan yang bakal menggelar rights issue dengan total emisi Rp 116,57 triliun.
Mengacu data RTI, beberapa emiten yang tengah mengantre untuk melakukan rights issue ada PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA), PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP), PT Bank Dinar Indonesia Tbk. (DNAR), PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA), PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP).
Menurut Sukarno, untuk saham-saham yang rights issue dengan tujuan untuk selain membayar utang menjadi menarik. Sebaliknya, jika tujuan rights issue tersebut untuk membayar utang terbilang tidak menarik.
Ia mencontohkan rights issue yang dilakukan oleh BAJA. Emiten produsen baja ini akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 610 juta saham baru dengan nilai nominal Rp
100. Dalam catatan Kontan, BAJA akan menggunakan 98,42% dana hasil rights issue untuk melunasi utang kepada PT Sarana Steel.
“Kemudian dilihat juga harga penebusan rights dan perbandingan harga sahamnya memiliki spread berapa persen sehingga menjadi menarik bagi investor,” tambah Sukarno.
Sukarno memprediksi, rights issue beberapa emiten ini berpeluang akan ditebus investor. Untuk investor yang telah memiliki saham-saham tersebut, ia menyarankan bisa hold atau buy jika tujuan pendanaannya bukan untuk membayar utang dan bila harganya dalam tren kenaikan.
Sementara itu, untuk investor yang belum memiliki boleh langsung buy bila tren harganya dalam kenaikan, atau bisa wait and see dulu jika tren harganya dalam penurunan dan baru beli di saat cumdate agar bisa mendapatkan hak rights-nya untuk bisa ditebus nanti.
Selanjutnya: IHSG diprediksi berbalik menguat Selasa (14/9), berikut sentimen pendorongnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News