REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Sejumlah emiten gencar mengumpulkan kontrak baru menjelang momen pemilihan umum (pemilu) pada tahun depan. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Johan Trihantoro menyebut, menjelang pemilu, tahun 2023 menjadi masa efektif yang berpotensi mendorong realisasi penyerapan APBN dan APBD 2023.
“Sehingga hal tersebut akan meningkatkan belanja pemerintah pusat dan daerah, sehingga berpotensi signifikan pada spending consumption dan spending budgeting,” kata Johan.
Proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dapat menjadi peluang bagi emiten BUMN Karya dalam mendapatkan kontrak baru dari pemerintah. Tentunya kontrak ini di luar dari perolehan kontrak pekerjaan dari BUMN dan swasta.
Baca Juga: Sejumlah Emiten BUMN Karya Dapat Kontrak Baru di IKN, Simak Rekomendasi Sahamnya
Prospek BUMN Karya juga ditopang oleh masih masifnya anggaran infrastruktur. Asal tahu saja, dalam APBN 2023, pemerintah telah menganggarkan biaya pembangunan infrastruktur sebesar Rp 392 triliun, naik 7,75% dibandingkan dengan outlook APBN 2022 sebesar Rp 363,8 triliun.
“Sejumlah peluang masih terbuka seiring dengan komitmen pemerintah yang masih fokus kepada pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu fokus kebijakan pemerintah di tahun 2023,” kata dia.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Muhammad Naufal Yunas menetapkan asumsi moderat terhadap pertumbuhan kontrak baru emiten kontraktor BUMN. Ini mengingat tahun politik akan berdampak pada kontrak konstruksi yang dirilis oleh pemilik proyek seiring dengan adanya ketidakpastian.
Oleh karena itu, pada tahun ini BRI Danareksa Sekuritas mengestimasi pertumbuhan kontrak baru kontraktor BUMN sebesar 10% dan akan melandai menjadi hanya 5% pada 2024.
Namun, total burn-rate emiten kontraktor diharapkan meningkat dari 22,8% pada 2023 menjadi 25,4% di 2024. Ini karena kontraktor harus menyelesaikan proyek yang diprakarsai pemerintah sebelum akhir tahun politik.
Namun, permasalahan klasik di sektor ini masih mengintai. Johan bilang, proyek sektor infrastruktur merupakan pekerjaan yang membutuhkan ketersediaan dana yang cukup besar. Sehingga, jika terjadi keterlambatan pembayaran atas pekerjaan tersebut, tentunya ini berpotensi berdampak pada cash flow dan likuiditas yang berimbas pada kinerja keuangan emiten.
“Dampak lainnya akan mengganggu jalannya penyelesaian proyek tersebut,” kata Johan.
Namun demikian, keberadaan sovereign wealth fund (SWF) sebagai lembaga Lembaga pengelola investasi untuk berpartisipasi dalam pembangunan konstruksi tentunya akan memberikan napas bagi emiten konstruksi. Menurut Johan, kehadiran SWF akan menjadi sumber pembiayaan baru bagi emiten konstruksi.
Adanya SWF tentunya akan menopang dan meminimalisir keterlambatan pembayaran sehingga ini akan membantu pendanaan pembangunan infrastruktur. Karena kehadiran SWF nantinya dapat membantu anggaran APBN yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur.
Selain masalah pembayaran, emiten kontraktor juga dibayangi oleh kenaikan bahan material bangunan, salah satunya semen. Kata Johan, kenaikan komoditas energi seperti batubara dan minyak yang sempat terjadi berdampak pada kenaikan harga jual semen.
Baca Juga: Total Proyek Baru PTPP Rp 11,6 Triliun, 8 Diantaranya Proyek IKN Senilai Rp 4,15 T
Naiknya harga jual semen sebagai salah satu bahan bangunan dan bahan penunjang lainnya akan menyebabkan pembengkakan pembiayaan konstruksi. Sehingga, emiten konstruksi dinilai perlu memitigasi risiko dampak kenaikan kenaikan semen dan bahan-bahan material lainnya.
Naufal berekspektasi emiten kontraktor akan membukukan margin kotor yang lebih rendah seiring naiknya biaya konstruksi. Beberapa faktor yang menjadi penyebab diantaranya naiknya harga material terutama besi, baja, serta semen, naiknya biaya bahan bakar yang mulai terjadi pada kuartal keempat 2022, dan naiknya biaya tenaga kerja seiring penyesuaian upah minimum selama era pandemi.
Naufal menyematkan rating overweight untuk sektor infrastruktur. Dia merekomendasikan buy sejumlah saham kontraktor diantaranya PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dengan target harga Rp 5.100 dan saham PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dengan target harga Rp 750.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News