Simak rekomendasi saham emiten properti di tengah tekanan likuiditas

Selasa, 27 Oktober 2020 | 07:00 WIB   Reporter: Benedicta Prima
Simak rekomendasi saham emiten properti di tengah tekanan likuiditas


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Lembaga pemeringkat S&P Global Ratings menjelaskan pandemi Covid-19 membuat keuangan beberapa pengembang properti mengalami tekanan terutama yang kerap menggantungkan pada pendanaan mata uang asing, kondisi ini meningkatkan risiko refinancing

Di sisi lain, S&P melihat Covid-19 menyebabkan pemulihan penjualan pengembang properti akan terhambat melebihi kuartal I-2021, sehingga manajemen likuiditas dan liabilitas akan menjadi perhatian utama. 

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Johan Trihantoro menjelaskan penyebaran covid-19 yang terjadi di dalam negeri berdampak pada sektor properti, turunnya daya beli masyarakat menyebabkan properti saat ini bukan sebagai prioritas kebutuhan investasi sehingga berdampak pada penjualan perusahaan. 

Baca Juga: Saham BRIS (BRI Syariah) naik lagi, cuan 62,4% pembeli sebulan lalu

Penurunan penjualan berimbas pada kinerja perusahaan di sektor properti. Kondisi ini tentunya berpengaruh pada sektor properti komersial dan residensial.  Merujuk data Bank Indonesia (BI) di mana pada kuartal II-2020, Indeks Harga Properti Komersial yang tumbuh 0,29% yoy, lebih rendah dari 0,31% yoy pada kuartal I-2020 dan 1,50% (yoy) pada kuartal II-2019. 

Sedangkan Indeks Permintaan Properti Komersial tumbuh 0,20% yoy, melambat dari 0,41% yoy pada kuartal sebelumnya dan 1,19% yoy pada kuartal II-2019. Dan indeks harga properti residensial kuartal II-2020 sebesar 1,59% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan 1,68% yoy pada kuartal sebelumnya. 

Volume penjual properti residensial kuartal II-2020 mengalami penurunan pada seluruh tipe rumah, BI dalam surveinya penjualan properti residensial mengalami kontraksi sebesar 25,6% yoy. "Sehingga kami memprediksi sampai masih mengalami perlambatan. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada likuiditas yang dihadapi oleh emiten properti," jelas Johan, Senin (26/10). 

Hal ini seiring dengan melambatnya penjualan sehingga  berdampak pada arus kas. Dengan likuiditas yang turun dan kebutuhan refinancing berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar bagi pengembang. Meskipun berpotensi gagal bayar namun perlu dilihat kembali refinancing risk, apakah ada utang yang akan jatuh tempo dalam jangka waktu dekat ini.

Baca Juga: IHSG menguat 0,62% ke 5.144,05, Senin (26/10), asing net buy Rp 128 miliar

Johan memprediksi saat ini sektor properti masih mengalami tekanan dan bertumbuh melambat jangka pendek akibat pandemi Covid-19, namun jika dilihat dari jangka panjang dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia mengindikasikan kebutuhan dari permintaan end-user akan terus meningkat. Sementara itu bila kondisi pandemi berakhir dan ekonomi mulai pulih sehingga mendorong kinerja pasar properti baik komersil maupun residensial . 

Sementara itu, Analis Sucor Sekuritas Joey Faustian melihat saat ini risiko refinancing pengembang properti tidak besar karena neraca keuangan masih cukup aman. Terutama untuk tiga pengembang besar yaitu PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), dan PT Ciputra Development Tbk (CTRA). 

"Ketiga perusahaan ini masih memiliki tingkat utang yang cukup baik, sehingga masih ada ruang untuk menambah utang jika diperlukan, tetapi sejauh ini likuiditas mereka masih cukup baik," jelas Joey. 

Secara rinci, Joey menjelaskan saat ini PWON memiliki hampir 90% utang dalam redominasi dollar Amerika Serikat (AS) namun kas perusahaan tersebut masih lebih cukup terlihat dari posisi gearing di kisaran 3%.

Baca Juga: Pendapatan turun 8,6%, Chandra Asri (TPIA) merugi US$ 19,73 juta hingga kuartal III

Sedangkan BSDE memiliki utang dalam dollar AS sekitar 80% namun kas dan investasi perusahaan masih cukup sekitar Rp 13 triliun sehingga kemampuan bayar masih cukup baik. 

"Sedangkan CTRA utang jangka pendek hanya Rp 610 miliar, hanya 8% dari total utang berbunga. Sedangkan utang dalam kurs asing tidak signifikan sebesar S$ 150 juta, 18% dari total utang," jelasnya. 

Johan merekomendasikan saham BSDE dengan target harga Rp 990, CTRA dengan target harga Rp 950 dan SMRA dengan target harga Rp 820. Sementara Joey merekomendasikan saham PWON dengan target harga Rp 550, CTRA dengan target harga Rp 1.000 dan BSDE dengan target harga Rp 960.

 

Selanjutnya: IHSG menghijau, semua reksadana berkinerja moncer dalam sepekan

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru