Harga CPO Lesu, Intip Rekomendasi Saham Triputra Agro (TAPG) Berikut Ini

Jumat, 10 Maret 2023 | 07:15 WIB   Reporter: Akmalal Hamdhi
Harga CPO Lesu, Intip Rekomendasi Saham Triputra Agro (TAPG) Berikut Ini


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Lesunya harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) menjadi tantangan bagi PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) di tahun ini. Tetapi, pertumbuhan produksi bakal mempertahankan kinerja TAPG berada di level teratas pada industri sawit.

Analis UOB Kay Hian Sekuritas Jacquelyn Yow Hui Li & Leow Huey Chuen dalam riset 2 Maret 2023 memperkirakan bahwa pendapatan TAPG akan menurun sebesar 23% year on year (YoY) di tahun ini, terutama diakibatkan oleh harga CPO yang lebih rendah.

Di tahun 2022, emiten milik taipan T.P Rachmat ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp 9,34 triliun atau naik sekitar 48,9% dari tahun sebelumnya.

Kendati harga CPO kurang bersahabat, namun Jacquelyn menilai penurunan tersebut bisa dimitigasi oleh pertumbuhan produksi kelapa sawit yang lebih tinggi pada tahun 2023. Triputra Agro diharapkan mampu menjaga margin operasi yang lebih tinggi dibandingkan rekan-rekannya dalam industri yang sama.

Baca Juga: Begini Prospek Saham Sektor Barang Konsumsi

TAPG bakal didukung oleh efisiensi operasional, biaya produksi yang lebih rendah dan volume penjualan yang lebih tinggi karena adanya peningkatan kapasitas pabrik kelapa sawit (PKS). Seperti diketahui, TAPG memiliki pabrik baru yang mulai beroperasi pada Mei 2022, sehingga turut berkontribusi pada peningkatan volume penjualan. Selain itu, kehadiran pabrik baru bisa mengurangi biaya tambahan. Keuntungan dari mengolah Tandan Buah Segar (TBS) sendiri lebih tinggi daripada menjual TBS ke pabrik pihak ketiga.

Pada tahun 2022, TAPG mampu mencatatkan produktivitas dengan TBS yield sebesar 24,5 ton/ha atau naik 21% YoY meskipun dalam kondisi cuaca yang menantang. Yield TBS tersebut akan memposisikan TAPG tertinggi di antara emiten perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Menurut Jazquelyn, positifnya yield TBS Triputra Agro terutama disebabkan oleh usia pohon kelapa sawit yang masih muda, dengan rata-rata umur 12 tahun.

Pada bisnis hilir, TAPG mengungkapkan tengah melakukan kajian alternatif pengembangan hilir khususnya palm olein dan stearin. TAPG sedang mencari pengembangan hilir yakni proyek greenfield melalui skema joint venture (JV) dengan pemain yang ada di Indonesia.

Hanya saja, biaya pupuk tetap akan tinggi di tahun 2023. TAPG sendiri telah mengamankan sekitar 60% dari kebutuhan pupuk di tahun ini. Perlu menjadi perhatian bahwa harga pupuk telah meningkat sebesar 30%-40% sejak akhir 2022, terutama kalium dan urea.

Harga pupuk bisa memberatkan kinerja TAPG layaknya yang terjadi di kuartal IV-2022. Laba bersih inti TAPG secara kuartalan lebih rendah di kuartal terakhir tahun lalu terutama karena biaya produksi yang lebih tinggi akibat melonjaknya harga pupuk. Padahal, harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) CPO milik TAPG meningkat menjadi Rp 11.523/kg, naik 13% dari kuartal sebelumnya.

Secara keseluruhan, Jacquelyn menilai pendapatan TAPG akan lebih lemah di tahun ini dibandingkan tahun lalu. Namun TAPG bisa mencetak efisiensi biaya dan mencapai produktivitas yang tercermin dari yield TBS sebesar 24,5 ton/ha.

“Kami sangat percaya bahwa TAPG akan terus outperform mengungguli rekan-rekannya,” tulis Jacquelyn dalam riset (2/3).

Baca Juga: Analis Rekomendasikan Beli Saham Saratoga Investama (SRTG), Ini Alasannya

Jacquelyn masih mempertahankan Buy untuk TAPG dengan target harga di Rp 1.125 per saham.

UOB Kay Hian menegaskan rekomendasi Beli untuk TAPG karena mempertimbangkan kinerja keuangannya lebih baik dari perusahaan sejenis. Selain itu pertumbuhan produksi kelapa sawit kelolaan TAPG masih akan terjaga, berkat profil usia tanamannya yang lebih muda.

Asal tahu saja, laba bersih inti TAPG merupakan yang tertinggi di antara semua perusahaan perkebunan yang terdaftar di Indonesia di tahun lalu, melampaui PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).

TAPG mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 158 persen mencapai Rp 3,09 triliun pada 2022, dibandingkan dengan tahun 2021 yang sebesar Rp1,19 triliun. Padahal, luas perkebunan sawit TAPG kurang dari 60% areal perkebunan kelapa sawit milik AALI.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru