Ini kata analis soal efek program WFB bagi kinerja emiten pariwisata

Kamis, 10 Juni 2021 | 07:30 WIB   Reporter: Ika Puspitasari
Ini kata analis soal efek program WFB bagi kinerja emiten pariwisata


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Sebagai salah satu upaya untuk memulihkan ekonomi Bali, pemerintah mendorong program Work From Bali atau bekerja dari Bali Program ini bakal dimulai secara bertahap pada Juli 2021 atau kuartal ketiga mendatang.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengungkapkan, emiten yang bergerak di bisnis perhotelan paling pertama diuntungkan dari rencana program ini. "Karena yang pasti dapat meningkatkan permintaan sewa kamar atau sewa meeting room nantinya. Selain itu sektor penerbangan juga ikut meningkat dan diikuti transportasi darat lainnya untuk mendukung aktivitas itu," kata Sukarno, Rabu (9/6).

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Kalbe Farma (KLBF) berpotensi menjadi vaksin gotong royong

Hanya saja, ia bilang program ini belum begitu signifikan untuk mengungkit kinerja emiten sektor pariwisata, namun paling tidak program ini sedikit membantu sektor tersebut.

Ia melihat, sektor pariwisata saat ini masih belum menunjukkan pemulihan atau masih di bawah pencapaian tahun lalu jika dilihat dari kunjungan wisman, karena kemungkinan ada pengetatan keluar masuk wisman.

"Sentimen positif untuk sektor ini datang dari program vaksinasi yang sudah berjalan dan nantinya dapat akan secara bertahap dampaknya bisa dirasakan oleh sektor pariwisata," paparnya.

Hanya saja, ia belum dapat memberikan rekomendasi saham untuk sektor pariwisata dan masih menyarankan pelaku pasar untuk wait and see lebih dulu.

Baca Juga: Program WFB belum dapat mengerek okupansi hotel Bukit Uluwatu (BUVA)

Beberapa emiten hotel juga mengungkapkan dampak dari kebijakan WFB belum akan signifikan misalnya saja PT Dafam Hotel Management, anak usaha PT Dafam Property Indonesia Tbk (DFAM). Andhy Irawan, CEO Dafam Hotel mengatakan program tersebut setidaknya bisa meningkatkan kinerja operasional hotel DHM yang berlokasi di Bali. 

Saat ini DHM mengoperasikan dua penginapan di Bali yakni Hotel Dafam Savvoya Seminyak Bali dan Villa Savvoya Seminyak Bali. "Efek pasti ada karena kita punya 2 property di Bali tapi tidak signifikan," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengaku sejauh ini tingkat okupansi hotel DFAM masih belum baik dan hanya mengalami sedikit kenaikan. Ia mengaku rata-rata tingkat okupansi hotel di Bali masih single digit, pergerakan tersebut lamban karena kebanyakan pasar mereka adalah wisatawan mancanegara.

Emiten hotel PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) juga memandang program Work From Bali belum mampu untuk mengerek okupansi hotelnya yang berlokasi di Bali.

Sekretaris Perusahaan BUVA, Benita Sofia menyatakan, hal tersebut kurang berdampak pada tingkat okupansi hotel BUVA karena penerapan program tersebut baru di daerah Nusa Dua dimana tidak ada hotel Buva disana.

Baca Juga: Pacu penjualan ke sektor swasta, Kabelindo Murni (KBLM) yakin bisa kantongi laba

"Apabila ada dampak, kemungkinan hanya kepada divisi F&B kami, yaitu apabila peserta WFB makan di luar hotel mereka," ujarnya, Rabu (9/6).

Sebagai informasi, Bukit Uluwatu Villa saat ini mengelola tiga resor bintang lima di Bali yang terdiri dari Alila Villas Uluwatu, Alila Ubud, dan Alila Manggis.

Sofia menuturkan, pihaknya masih sangat menantikan dibukanya Bali bagi penerbangan internasional dengan selektif. Sekarang ini, okupansi hotel BUVA yang berada di Bali masih rendah. "Okupansi di kuartal pertama dan kuartal kedua hampir sama tidak ada pertumbuhan yang signifikan. Rata-rata occupancy di bawah 10%," katanya.

Selanjutnya: Dana Brata Luhur (TEBE) membuka peluang kerek target volume barging

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru