Masih ada aksi buyback dari emiten, berikut hal-hal yang perlu dicermati investor

Selasa, 10 November 2020 | 07:30 WIB   Reporter: Kenia Intan
Masih ada aksi buyback dari emiten, berikut hal-hal yang perlu dicermati investor


BUYBACK SAHAM - JAKARTA. Pembelian kembali saham atau buyback tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih berlangsung. 

Asal tahu saja, emiten diperkenankan melakukan buyback tanpa RUPS hingga Surat Edaran OJK No.3/SEOJK.04/2020  yang diterapkan pada 9 Maret 2020 itu dicabut. Adapun surat edaran tersebut diberlakukan dalam rangka memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan. 

Beberapa emiten masih memanfaatkan fasilitas tersebut. Misalnya, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang mengalokasikan sebanyak-banyaknya Rp 500 miliar yang berasal dari kas internal untuk buyback sahamnya. 

Untuk jumlah saham yang akan dibeli, EMTK menjelaskan tidak akan lebih dari 20% dari jumlah modal disetor, dengan ketentuan paling sedikit saham yang beredar adalah 7,5% dari modal disetor dan ditempatkan harus tetap dimiliki masyarakat. Adapun pembelian tersebut rencananya akan dilakukan dalam rentang waktu 9 November 2020 hingga 8 Februari 2021. 

Sebelumnya, perusahaan investasi PT MNC Investama Tbk (BHIT) juga berencana buyback sebanyak-banyaknya lima miliar saham dengan batas harga Rp 135. 

Baca Juga: Elang Mahkota Teknologi (EMTK) menggelar dua aksi korporasi dalam waktu dekat

Adapun BHIT mengalokasikan dana hingga Rp 675 miliar. Buyback akan diselenggarakan antara 2 November 2020 hingga 2 Februari 2021. 

BHIT telah merealisasikan transaksi buyback hingga 1,13 miliar saham dengan harga rata-rata Rp 90,79 pada Jumat (6/11). 

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee berpendapat, buyback merupakan suatu sinyal yang diberikan dari investor kepada pasar bahwa valuasi saham perusahaannya sedang murah. Hal itu juga yang ingin disampaikan oleh EMTK maupun BHIT. 

"Valuasi atau mereka punya sesuatu kinerja yang baik atau project yang baik sehingga merasa sahamnya saat ini terlalu murah," jelasnya ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (9/11). 

Sehingga, ketika suatu emiten menyatakan akan melakukan buyback, sisi kemenarikan saham tersebut bisa bertambah. 

Akan tetapi, lanjut Hans Kwee, investor tetap perlu mencermati kinerja perusahaan tersebut dengan membaca laporan keuangan dan melihat prospek perusahaan ke depan.

 Terkait dua emiten yang berencana buyback tadi, Hans Kwee melihat sektornya sedang berat. EMTK yang bergerak di sektor media tengah tertekan pendapatan iklan yang menurun karena pandemi Covid-19. Hal serupa juga terjadi pada BHIT yang memiliki bisins dominan di bidang media.  

Asal tahu saja, di tengah kondisi pasar yang tidak pasti, berbagai perusahaan berupaya melakukan efisiensi. Salah satu yang dipangkas adalah biaya iklan atau promosi yang akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan emiten sektor media. 

Di sisi lain, emiten sektor media juga menghadapi persaingan dari jenis media lain, YouTube misalnya. 

Tidak jauh berbeda, Analis Philip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr sempat menjelaskan bahwa  fleksibilitas menggelar buyback tanpa RUPS dapat membantu emiten, akan tetapi memang belum tentu bisa mengerek harga sahamnya. 

Baca Juga: Pemegang Saham Gocap Kini Punya Harapan Agar Sahamnya Lebih Mudah Diperdagangkan

Setidaknya, buyback dapat memberi sinyal positif ke pasar bahwa emiten menganggap harga sahamnya undervalued, sehingga meningkatkan minat pasar akan saham tersebut.

Ia menjelaskan, sebenarnya buyback ini merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh ketika manajemen menilai sahamnya undervalued. Buyback mengirim sinyal baik ke pasar dan harapannya dapat mengangkat harga saham di pasar karena supply yang semakin sedikit.

"Dengan demikian, akan menaikkan EPS karena earnings tetap, shares outstanding berkurang," jelasnya. 

Akan tetapi, harga-harga saham yang cenderung terangkat beberapa bulan terakhir menurut Zamzami bukan karena efek buyback. Kenaikan itu disebabkan perbaikan dari sisi ekonomi, termasuk pembukaan ekonomi ataupun relaksasi PSBB. 

Hans Kwee juga melihat, aturan ini memang membantu mengerek harga-harga saham saat awal pasar dihantam Covid-19. Saat kekhawatiran pasar tengah tinggi, buyback menjadi setimen positif karena menciptakan ketenangan di pasar. Akan tetapi, penguatan IHSG juga terbantu oleh kebijakan lain seperti trading halt dan asimetris auto rejection. 

Adapun untuk penguatan IHSG yang terjadi beberapa bulan terakhir, cenderung diwarnai oleh pemulihan kondisi ekonomi. Selain itu, ada juga pemilihan umum Amerika Serikat yang juga mendorong pasar dalam beberapa waktu terakhir. 

Sejak awal tahun IHSG memang terkikis 14,98%. Akan tetapi, dalam enam bulan terakhir harga-harga saham mulai membaik sehingga mencatatkan penguatan hingga 17,26%. 

Sekadar informasi, mengutip catatan Kontan.co.id Selasa (27/10), Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna menjelaskan sejauh ini sudah ada 82 perusahaan yang berencana melakukan buyback. 

Perusahaan tersebut terdiri atas 12  BUMN dan 70 perusahaan non-BUMN. Adapun rencana buyback tersebut akan mencapai Rp 22 triliun. 

"Sejauh ini sekitar Rp 4 triliun atau sekitar 18% direalisasikan," jelas Nyoman.

Selanjutnya: Harga saham BHIT, PNBS, dan BBHI meroket akibat rencana aksi korporasi

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi
Terbaru