KONTAN.CO.ID - Jakarta. Kabar penting untuk para investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Morgan Stanley Capital International (MSCI) berencana mengubah cara menghitung free float saham emiten Indonesia. Apa dampaknya untuk saham-saham di BEI yang menjadi anggota indeks MSCI?
Dalam pengumuman resmi pada 27 Oktober 2025, MSCI menyatakan sedang meminta masukan pelaku pasar terkait penggunaan Monthly Holding Composition Report dari KSEI sebagai tambahan referensi dalam menghitung free float saham.
Selama ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya menerima laporan kepemilikan di atas 5%, sementara data KSEI mencakup juga pemegang saham di bawah 5%—memberikan gambaran lebih detail tentang struktur kepemilikan publik.
Masukan publik akan diterima hingga 31 Desember 2025, dan hasil konsultasi diumumkan sebelum 30 Januari 2026. Jika disetujui, perubahan akan diterapkan saat review indeks MSCI Mei 2026.
Baca Juga: Kinerja Hingga Sept 2025 Bagus, Harga Saham Blue Chip Ini Bangkit, Pilih Beli / Jual?
Menurut Harry Su, Managing Director Research Samuel Sekuritas, rencana ini mencerminkan pengetatan metodologi yang bisa menurunkan kapitalisasi pasar free-float Indonesia.
Dampaknya, bobot Indonesia dalam MSCI Emerging Markets Index berpotensi turun dari 1,4% menjadi 1,2%, dengan potensi aliran keluar dana asing pasif hingga US$ 2 miliar.
“Jika bobot turun, dana indeks global akan mengurangi eksposur terhadap Indonesia dan mengalihkan portofolio ke negara lain seperti India dan Korea Selatan,” jelas Harry.
Pasar langsung bereaksi negatif. IHSG ditutup melemah 1,87% atau turun 154 poin ke level 8.117,15.
Menurut Liza Camelia Suryanata, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, kabar soal perubahan metodologi MSCI menjadi salah satu faktor utama penurunan indeks.
Saham-saham Grup Prajogo Pangestu ikut tertekan. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) anjlok 9,34%, sementara PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) berisiko gagal masuk indeks MSCI pada rebalancing November 2025 karena isu free float.
Meski begitu, Liza menilai IHSG masih berpotensi naik ke 8.600 di akhir tahun 2025 jika aliran net buy asing tetap terjaga.
Saham yang Paling Terdampak: BBCA, AMMN, BBRI, BMRI, TLKM
Harry Su memperingatkan bahwa perubahan metodologi ini akan paling berdampak pada lima saham besar MSCI Indonesia:
- BBCA (Bank Central Asia)
- AMMN (Amman Mineral Internasional)
- BBRI (Bank Rakyat Indonesia)
- BMRI (Bank Mandiri)
- TLKM (Telkom Indonesia)
Penurunan bobot dapat memengaruhi portofolio investasi asing, likuiditas valas, dan sentimen pasar jangka pendek menjelang review MSCI 2026.
Tonton: Strategi Menkeu Purbaya Mengurangi Jeratan Utang di APBN
Rebalancing November 2025: BREN dan BRMS Diunggulkan
Sebelum perubahan aturan diterapkan, MSCI akan melakukan rebalancing reguler pada 5 November 2025, efektif 25 November 2025. Dalam edisi ini, analis memperkirakan BREN dan BRMS berpeluang masuk indeks, sementara KLBF (Kalbe Farma) berisiko keluar.
BREN kini memiliki free float adjusted market cap di atas US$ 3,1 miliar dan nilai transaksi harian rata-rata US$ 12,9 juta, memenuhi seluruh kriteria MSCI.
BRMS berpotensi naik kelas dari MSCI Small Cap ke MSCI Global Standard, setelah harga sahamnya menembus Rp 850 per saham. Sebaliknya, KLBF terancam keluar karena FFMC turun di bawah US$ 1,2 miliar.
Meski perubahan metodologi belum final, analis menilai pelaku pasar harus mulai menyiapkan strategi mitigasi risiko. “Investor cenderung antisipatif terhadap kebijakan MSCI, karena dampaknya bisa memengaruhi arus dana asing dan valuasi saham unggulan,” ujar Harry Su.
Selanjutnya: Koreksi IHSG Akibat MSCI: Cermati Saham Pilihan Untuk Hari Ini (28/10)
Menarik Dibaca: 30 Ucapan Sumpah Pemuda 2025 Penuh Semangat Nasionalisme
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News