Pemicu IPO di Bursa Efek Indonesia pecah rekor di tengah pandemi

Sabtu, 18 September 2021 | 18:00 WIB   Reporter: Akhmad Suryahadi
Pemicu IPO di Bursa Efek Indonesia pecah rekor di tengah pandemi


INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) - JAKARTA. Pandemi memang belum sepenuhnya sirna dari tanah air. Namun, pencarian dana segar di pasar modal masih semarak. Bahkan, dana yang terkumpul dari sejumlah aksi korporasi ikut memecahkan rekor.

Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mencatatkan rekor perolehan dana terbesar dari initial public offering (IPO) pada tahun ini. Sejak awal tahun sampai dengan 16 September 2021 telah terkumpul dana sebesar Rp 32,14 triliun yang berasal dari IPO 38 perusahaan.

"Nilai tersebut merupakan perolehan dana terbesar yang dihimpun perusahaan melalui IPO sejak pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977," kata Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna, Jumat (17/9).

Sebelumnya, rekor pencapaian dana terbesar dari IPO terjadi pada tahun 2010. Kala itu, total dana yang dihimpun melalui IPO adalah sebesar Rp 29,67 triliun yang berasal dari IPO 23 perusahaan.

Baca Juga: Penyebab IHSG tetap semarak di tengah pandemi

Selain IPO, pencarian dana melalui penerbitan saham baru (rights issue) juga semarak. Otoritas bursa setidaknya telah mengantongi lebih dari 40 pipeline rights issue. Sampai dengan 14 September, total realisasi pendanaan melalui rights issue mencapai Rp 149,27 triliun.

Nilai tersebut dengan asumsi rights issue PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sudah dilaksanakan seluruhnya, dimana BBRI mengincar dana segar Rp 95,9 triliun melalui aksi korporasi tersebut.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menilai, naiknya jumlah dana yang terkumpul dari IPO bukan hanya karena adanya kemudahan (stimulus) yang diberikan otoritas. Kenaikan ini utamanya disebabkan oleh adanya momentum.

Secara rinci, pandemi Covid-19 telah membawa ekonomi dunia mengalami resesi ekonomi karena aktivitas masyarakat (ekonomi) yang tertahan oleh pandemi. Hal ini memaksa adanya stimulus secara masif baik pelonggaran likuiditas (suku bunga) sampai suntikan dana ke pasar

Baca Juga: Tahun ini menjadi tahun dengan nilai emisi IPO tertinggi sepanjang sejarah

Pemulihan ekonomi yang serentak ditunjukkan dengan sejumlah indikator, seperti keluarnya perekonomian dari kondisi resesi hingga pelaksanaan tapering, menjadi tanda bahwa ekonomi pulih semakin meyakinkan bahwa ekonomi berada dalam jalur pemulihan (keluar dari resesi). Keyakinan inilah yang memberanikan pelaku ekonomi (perusahaan) untuk kembali agresif/ekspansi meningkatkan belanja modalnya untuk mendapatkan momentum pemulihan.

“Kenapa mencari pendanaan di pasar modal menjadi pilihan? Karena kondisi perbankan saat ini yang masih berat dalam memberikan kredit. Dengan kondisi inilah , kemudahan-kemudahan yang diberikan menjadi ‘pelicin’ bagi perusahaan untuk memilih dan menghimpun pendanaan di pasar modal,” terang Alfred kepada Kontan.co.id, Jumat (17/9) malam.

Baca Juga: Startup teknologi masuk bursa saham, pertimbangkan hal ini sebelum berinvestasi

Bersamaan, jumlah investor tanah air terus bertambah. Terlihat dari jumlah Single Investor Identification (SID) yang meningkat menjadi 5,08 juta SID atau melesat 31,11% dibandingkan akhir tahun 2020. Alfred menyebut, pasar modal banyak kedatangan investor baru (ritel).

Hal ini terlihat dari peningkatan kepemilikan ritel di pasar saham, bahkan likuditas transaksi juga meningkat signifikan sejalan dengan karakteristik investor ritel yang lebih menyenangi trading.

Hemat Alfred, kenaikan harga saham di bursa pasca keluar dari sentimen Covid-19 menjadi daya pikat yang kuat bagi investor baru, apalagi di tengah rendahnya tingkat suku bunga simpanan. “Saya juga melihat penambahan investor baru tersebut merupakan buah dari program literasi dan inklusi yang sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir,” sambung dia.

Selanjutnya: Kredit Lesu, Pembiayaan Pasar Modal Naik

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli

Terbaru