Saham-Saham Big Caps Melaju Kencang, Begini Prospek Selanjutnya

Rabu, 26 Oktober 2022 | 05:45 WIB   Reporter: Sugeng Adji Soenarso
Saham-Saham Big Caps Melaju Kencang, Begini Prospek Selanjutnya


REKOMENDASI SAHAM - JAKARTA. Saham-saham likuid dengan kapitalisasi pasar besar yang tergabung dalam LQ45 terus melaju. Bahkan, sejumlah saham mencetak rekor harga tertinggi, misalnya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI).

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengatakan perhatian para pelaku pasar terhadap performa dan pergerakan saham-saham LQ45 sangat besar. Ketika terjadi koreksi biasanya tidak bisa terlalu dalam karena sudah banyak para investor menunggu harga diskon.

"Demikian pula ketika naik, akan banyak penumpang yang merealisasikan keuntungan sehingga akan cukup berat dalam melaju sehingga butuh waktu yang lama untuk bisa mencapai bagger," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Selasa (25/10).

Baca Juga: Saham Pilihan Mirae Asset Untuk Bekal Trading

Suatu saham disebut bagger apabila memiliki faktor fundamental dan pertumbuhan kuat. Selain itu, harga yang lebih murah dibandingkan nilai wajarnya, dan menawarkan return yang berkali-kali lipat.

Dari sana, Pandhu melihat yang memiliki potensi bagger dalam jangka panjang tentunya sektor perbankan. Sebab, memiliki kinerja yang paling konsisten berdasarkan pencapaian kinerja sepanjang tahun ini. Namun karena belum lama ini sudah naik banyak, perlu mempertimbangkan harga yang ideal untuk masuk.

"Mungkin jika bulan depan terjadi koreksi, misalnya ada tekanan ketika the Fed menaikkan suku bunga dapat menjadi peluang untuk memperoleh level entry yang lebih baik karena Desember kemungkinan besar tidak akan terjadi koreksi besar mengingat secara historis selalu menguat dalam rangka window dressing," imbuh Pandhu.

Baca Juga: Indikasi Window Dressing, Potensi Cuan Saham Big Caps Kian Menjulang

Pandhu pun menyebut, investor bisa memperhatikan saham-saham seperti BBNI, BBRI, dan BMRI yang secara pergerakan lebih lincah. "Sehingga ketika mendapat level entry yang bagus, memiliki potensi bagger yang lebih cepat," imbuh dia.

Kemudian dari sektor tambang, dia menyukai tambang logam karena memiliki prospek yang cerah seiring kebijakan pemerintah yang serius mengembangkan industri nikel. Investor global mulai gencar berdatangan ke Indonesia menanamkan modal dan menjalin kerja sama bisnis yang diharapkan dapat segera beroperasi tahun depan seiring rencana besar dunia yang beralih ke energi bersih.

Menururt Pandhu, hal ini tentu cocok karena Indonesia memiliki cadangan nikel yang besar dan merupakan salah satu produsen nikel terbesar dunia. Bisa diperhatikan saham seperti INCO dan ANTM.

Baca Juga: Ditutup di Zona Merah, Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Rabu (26/10)

Selain itu, disebutnya beberapa saham LQ45 yang memiliki valuasi relatif rendah saat ini juga cukup menarik untuk diperhatikan seperti INKP, MNCN, PGAS, JPFA, dan INDF. "Rata-rata diperdagangkan pada level PE di bawah 7 kali dan PBV di bawah 1 kali sehingga memiliki potensial upside yang cukup besar, apalagi jika kinerja tahun ini dan seterusnya menunjukkan perbaikan yang signifikan," kata dia.

Serupa, analis Pilarmas Invetindo Sekuritas Desy Israhyanti juga menilai emiten perbankan dan komoditas juga yang memiliki potensi untuk bagger. Dia pun memilih saham MEDC, ANTM, BBCA, BBRI, BMRI.

Dia mencontohkan MEDC yang dilihat memiliki prospek baik karena profil bisnisnya yang mengalami penguatan dengan masifnya ekspansi yang dilakukan. Sehingga aset semakin besar, potensi produksi semakin besar. Demikian juga cadangan hingga mining life.

"Kenaikan demand gas dan tambang mineralnya seperti tembaga dan emas juga dilihat sebagai potensi, begitu juga kenaikan harga rata-rata penjualan dengan kondisi global saat ini," kata Desy.

Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.048 Pada Selasa (25/10), Net Buy Asing Rp 297 Miliar

Sebetulnya, beberapa saham konstituen LQ45 telah mencatatkan kenaikan harga saham di atas 100%, yakni AMRT, ITMG, dan INDY. Hanya saja Desy menilai emiten-emiten tersebut akan bergantung dengan global hingga domestik.

Secara keseluruhan, komoditas energi memang mengalami tren penurunan dan dilihatnya pergerakan market juga penurunan terdalam dari sektor energi. "Namun, tidak menutup kemungkinan kembali ada penguatan melihat kondisi global saat ini di tengah adanya potensi perlambatan ekonomi," pungkas Desy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati
Terbaru