Simak rekomendasi saham CPIN, JPFA, dan MAIN

Sabtu, 31 Oktober 2020 | 10:05 WIB   Reporter: Ika Puspitasari
Simak rekomendasi saham CPIN, JPFA, dan MAIN


EMITEN - JAKARTA. Tekanan daya beli masih menjadi tantangan utama emiten penghuni Bursa Efek Indonesia (BEI) hingga akhir kuartal ketiga. Emiten-emiten subsektor poultry pun merasakan tekanan ini. Terbukti, pendapatan dan laba emiten poultry turun hingga kuartal III-2020.

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) mencatat penurunan pendapatan sebesar 8,27% menjadi Rp 24,93 triliun hingga kuartal III- 2020. Laba bersih JPFA ambles 75,34% menjadi Rp 257,19 miliar dari Rp 1,04 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) membukukan laba bersih sebesar Rp 2,28 triliun pada kuartal III-2020 atau turun 10,94% dari laba bersih Rp 2,56 triliun pada periode yang sama tahun lalu. CPIN memperoleh penjualan sebesar Rp 43,28 triliun atau hanya susut 1,38% dari periode yang sama tahun lalu Rp 43,89 triliun.

Michael Filbery, Analis Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan, kinerja emiten-emiten poultry ini sudah sesuai dengan estimasi yakni masih tertekan per sembilan bulan pertama 2020. Hal ini didorong oleh masih lemahnya daya beli masyarakat atas produk-produk poultry, khususnya broiler selama pandemi Covid-19 dan bulan Suro yang jatuh di kuartal III-2020.

Baca Juga: Kinerja Charoen Pokhand (CPIN) tertekan, apa rekomendasi analis?

“Hal tersebut mempengaruhi harga rata-rata livebird di pasar sepanjang kuartal III sekitar Rp 15.400, lebih rendah ketimbang di kuartal II yang masih di sekitar level Rp 17.000,” kata Michael kepada Kontan.co.id, Jumat (30/10).

Secara keseluruhan, dia mengestimasi penjualan JPFA di tahun ini akan lebih rendah 10% yoy, sedangkan untuk penjualan CPIN diprediksi hingga akhir tahun dapat menyentuh level Rp 57 triliun atau 2,7% lebih rendah ketimbang penjualan sepanjang tahun lalu.

Nah, adapun beberapa sentiment positif untuk sektor pakan ternak ke depannya meliputi relaksasi PSBB yang dapat meningkatkan arus aktivitas masyarakat untuk berbelanja khususnya di pasar basah.

Selain itu, Michael menilai harga broiler dapat lebih stabil di kuartal IV setelah adanya mandatori penyerapan live-bird oleh para integrator di kuartal-III kemarin. Namun, sambungnya, pemulihan ini tidak berbentuk V-shape karena daya beli masih lemah akibat Covid-19.

Baca Juga: Membandingkan kinerja emiten poultry CPIN dan JPFA di kuartal III 2020

Berkaca dari pengalaman anjloknya harga broiler saat bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, pemerintah pun kembali menginstruksikan para pemain di industri poultry untuk melanjutkan parent stocks (PS) cutting dan cutting hatching eggs (HE) sebanyak 12,09 juta telur per hari untuk periode 19 Oktober hingga 21 November 2020 mendatang.

Hal ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya oversupply menjelang momen liburan di akhir bulan Oktober. Michael menuturkan, dengan berlanjutnya penyesuaian suplai di pasar, harga livebird sudah lebih stabil di akhir bulan Okober ini.

Berdasarkan data dari Pinsar, realisasi harga livebird di area Jawa Barat sudah di level Rp 17.000–Rp 18.000. Ke depan, dia memprediksi penjualan akan kembali tumbuh di tahun 2021 dengan asumsi vaksin Covid-19 sudah didistribusikan dan aktivitas ekonomi yang kembali normal akan berbanding lurus dengan permintaan terhadap produk-produk poultry.

Sementara itu, harga soybean berpotensi meningkat seiring permintaan terhadap soybean yang meningkat di China karena aktivitas perekonomian yang sudah berjalan ini bisa menjadi sentimen negatif untuk industri pakan ternak. Menurut dia, peningkatan harga soybean dapat berpengaruh terhadap biaya untuk pembelian soybean meal. “Namun risiko tersebut masih dapat diminimalisir oleh para integrator melalui manajemen bahan baku dengan adanya silo,” tambah Michael.

Baca Juga: Kinerja masih lesu, simak rekomendasi saham Charoen Pokphand (CPIN)

Michael masih menjagokan saham JPFA sebagai pilihan dari sektor poultry. Ia menerangkan, emiten ini kembali mencatatkan operating margin segmen pakan ternak sebesar 14%, relatif lebih tinggi dibandingkan beberapa kompetitor.

Lebih lanjut Michael bilang, pencapaian tersebut didukung oleh efisiensi dan kapabilitas JPFA dalam mengamankan pasokan bahan baku produksi pakan ternak dengan tersedianya kapasitas silo yang memadai.

Michael memberikan rekomendasi buy saham JPFA dengan target harga di level Rp 1.200 hingga akhir tahun ini. Target tersebut merefleksikan target penjualan JPFA hingga akhir tahun mencapai Rp 32,8 triliun dan laba operasional sekitar Rp 1,15 triliun.

Selain JPFA, ia juga merekomendasikan buy MAIN dengan target harga Rp 760, dengan asumsi pendapatan MAIN yang berpotensi terkoreksi 31% yoy ke level Rp 5,1 triliun. Sedangkan ia menyarankan hold saham CPIN karena valuasinya sudah mahal dibandingkan saham dari sektor poultry lainnya.

Baca Juga: Kinerja loyo, laba bersih Japfa Comfeed (JPFA) anjlok 75,34% hingga kuartal III-2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati

Terbaru